PT HQ Corpora Putra merupakan holding company yang menyatukan entitas bisnis dalam bentuk BUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat). Nantinya, perusahaan ini akan memberlakukan kepemilikan saham untuk umum, termasuk para petani yang tergabung dalam kelompok tani.
Saham para pendiri nantinya akan menjadi minoritas, sehingga sifatnya adalah nonkapitalistik. Strategi bisnisnya menyasar 5 sektor yakni sektor agro business (pertanian, perkebunan, dan peternakan), sektor fishery (perikanan), sektor agro forestry (perhutanan dan hasil hutan ikutan), sektor agro industry (yang akan mengelola seluruh bahan baku menjadi produk bernilai tambah tinggi), sektor agro tourism (turisme berbasis agro).
Untuk itu, setiap sektor akan memiliki SBU operator dan eksekutornya. Misal untuk kelapa, ada PT KKI (Kedaulatan Kelapa Indonesia), untuk beras akan didirikan PT BEJO (Beras Rejo) Lestari. Sedangkan saat ini untuk jati dieksekusi oleh Divisi Kehutanan dengan jati platinum, pupuk organik, dan teknologi hasil hutannya.
Semua SBU tersebut bermitra dengan komunitas masyarakat yang menjadi mitra usahanya. Misal untuk kelapa yang dikomandani oleh Ir. Wisnu Gardjito, MBA mitra usaha PT KKI adalah CV Sumber Rejeki (UDSR) bersama mitranya di seluruh pelosok nusantara. Lantas bagaimana semangat Wisnu dalam memberdayakan aktivitasnya sebagai sociopreneur? Berikut penuturannya secara khusus kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA Online:
Seperti apa awal mula usaha yang Anda dirikan ini?
Pertama kali dulu namanya Sumber Rejeki. Ini dulu bikin kecap kelapa. Kemudian lahirlah The Improvement Institut. Itu tugasnya memecahkan masalah, riset, konsultasi, segala macam. Sehingga timbullah CV Sumber Rejeki. Setelah lahir itu, produknya bukan kecap lagi, tapi jadi Agro Spesialis and Agri Trading. Jadi dari hulu ke hilir, dari produksi sampai pemasaran. Ini didukung oleh SDM, finance, juga pemasaran. Jadi kami akhirnya membuat unit-unit usaha UKM. Kalau UKM ini basisnya home industry. Nah ini saya buat di mana-mana, di seluruh Indonesia, membentuk kluster, ekspor, dan agro industry yang biasa kami singkat AEC. Nah, AEC ini, karena kluster, kami buat Badan Usaha Milik Masyarakat yang kami sebut dengan AEC Corporation. Nah ini ada di mana-mana. Kalau yang di Sulawesi Selatan, itu ada PT Panrita Kaluku Celebes, di Halmahera ada PT Halmahera Corporation. Ini membentuk suatu Indonesian incorporated, yang artinya Indonesia bersatu.
PT-nya namanya PT HQ Corpora Putra. Saya komisaris di sini. Dari sini, saya juga bikin sekolah-sekolah. PT HQ ini didukung oleh forum kedaulatan pangan. Ini isinya alumni-alumni IPB. Saya ada di sini sebagai koordinator pengembangan usaha. Sehingga Sumber Rejeki itu punya anak segini banyaknya, tiap kabupaten ada. ini adalah bisnis masyarakat. Anda punya saham di sini bisa, Rp100 ribu per lembar.<
Sekolah-sekolah seperti apa yang dibentuk di situ?
Kalau mau lihat lokasinya ada di Depok. Nah, finansialnya, ini macam-macam. Tapi kami kebanyakan lembaga keuangan nonbank. Ini basisnyaequity. Modal sendiri, tidak pernah ngutang. Darimana dapatnya? Ya tadi, mengumpulkan dana dari orang se-Indonesia kemudian ditaruh di sini. Dananya dari unit-unit produksi ini. ini menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Tugas dan wewenang Anda di situ?
Saya presidennya di sini. Saya berhubungan dengan pemerintah, perbankan, pasar, segala macam. Nah makanya ini adalah studio usaha unit industri. Isinya mahasiswa. Supaya mahasiswa tidak teori saja, jadi dia bisa masuk ke dalam dunia usaha sedini mungkin. Bukan setelah lulus baru belajar jadi wirausaha.
Salah satu produk yang dibikin unit usaha tersebut adalah hasil perkebunan? Sudah ada berapa item yang diproduksi?
Kami sudah bisa bikin 250 item. Kalau dari kelapa, yang ada di kepala saya sudah ada 1600 item. Mulai dari energi, makanan, minuman, kosmetik, kesehatan, dsb. Kelapa ini, Indonesia 3,8 juta ha, terluas di dunia. Nomor 2 Filipina, 3,1 ha. Terus India 1,1 juta ha. Sayangnya Indonesia tidak berkembang. Karena kelapa itu dianggap komoditas yang tidak ada nilainya. Padahal, dari 3,8 juta ha itu bisa menghasilkan Rp4.000 triliun setahun. Kalau ini dikembangkan secara nonkapitalistik, tapi usaha bersama dimana rakyat dimodali, dicarikan akses teknologi, pasar, itu dalam waktu 2 tahun ini bisa membiayai RI, kalau perlu malah beli. Karena APBN Rp 1.300 triliun, sementara dari kelapa Rp 4.000 triliun. Coklat, itu kurang lebih Rp 2.000 triliun. Terus kopi, karet, mede, sampai ada 25 komoditas unggulan Indonesia. Itu akan menghasilkan kurang lebih Rp 25 ribu triliun setahun. Jadi ngapain kita sibuk-sibuk bikin yang nggak-nggak. Ini saja dulu yang sudah ada.
Sebesar itukah potensinya?
Jadi Rp 25 ribu triliun itu kayak apa sejetahteranya bangsa kita. Nah ini yang menjadi kesedihan saya sehingga saya keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Waktu itu saya sebagai nasional manager di UNIDO (United Nation Industrial Development Organization).
Akhirnya saya mendirikan usaha ini tahun 2007. Itu susah banget. Pelan-pelan sampai akhirnya bulan ke-3 omzet saya Rp 100 juta sebulan. Kalau saya dan istri berdua saja, Rp 100 juta sebulan, kalau ini bisa se-Indonesia kayak apa? Kayak apa sarjana IPB, Gajah Mada, Brawijaya, Unpad, dsb bersatu padu. Pemerintah melepas ini sih. Sayang. Harusnya pemerintah mengambil, memanggil, merekrut, membina, dan menjadikan kami-kami ini kayak TKW-nya Indonesia. Ini kan kalau dijual ke dunia menang.
Makanya saya bilang, prospek for bio era. Sekarang bukan IT lagi. Tapi era bio itu, dimana orang-orang ingin go back to nature. Karena hutan Indonesia nggak pernah dipupuk, nggak pernah kena pestisida, nggak pernah kena traktor, ya itu kesempatan. Harusnya diambil. Jangan nanti China, Jerman, atau semuanya masuk, kita sekali lagi jadi penonton lagi.
Di luar kita jadi penonton, di dalam kita jadi penonton. Ini lucu. Ini stupid. Hanya income generator yang diurus. Revenue itu rumusnya harga xquantity. Kuantitas kelapa kita 3,8 juta. Sekarang price-nya berapa? Kalau Indonesia sekarang cuma oper harga 4000 perak, apa artinya? 1 butir kelapa berarti cuma Rp 500. Di tangan saya, 1 butir bisa jadi Rp 50 ribu. Itu revolusi pendapatan. Sekarang sistemnya amburadul, revolusi malah ngawur.
Memang Anda tergerak untuk menjadi sociopreneur sejak awal?
Saya bukan menguasai sendiri. Memang yang mendirikan saya. Tapi bukan berarti saya mayoritas. Mayoritas rakyat. Kalau Indonesia sistemnya usaha bersama, gotong royong, tidak ada negara yang mampu melawan kita. Ini surga dunia. Jadi dari 25 komoditas itu bisa dapat Rp 25 ribu triliun. Itu luar biasa. Jadi intinya dari agro industry, itu bisa menghasilkan angka segitu, tapi syaratnya hulunya didandanin. Kelapa jangan diganti sawit, biar rakyat yang punya. Kemudian ada teknologi proses, support dari teknologi, SDM yang canggih, finansial, pemasaran. Nah, di sini baru kuasai pasar. (EVA)
Sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/jadi-sociopreneur-wisnu-gardjito-bertekad-wujudkan-bio-era
Menarik sekali Pak, kami di Banyumas ingin berkontribusi. atau mungkin dari banyumas sudah berhubungan dengan Bapak?
BalasHapus