The Green Coco Island

Official Website of The Green Coco Island Community

Peluang Usaha

Peluang usaha dari komunitas The Green Coco Island

TGCI Vektor

TGCI Vektor

Sabtu, 09 April 2016

Usaha Bersama Mengolah Produk Kelapa Di Depok

Posted by ukmdepok on November 4th, 2014

UKMDepok.co.id – Nyiur kelapa melambai di sepanjang pantai bukan sekadar syair pemanis lagu. Dimulai dari akar, batang, nyiur, sabut, air kelapa dan buahnya dari satu pohon kelapa semuanya bermanfaat untuk kehidupan manusia. Air kelapa sangat berguna untuk menggantikan cairan tubuh sedangkan daging buahnya mempunyai kandungan serat tinggi untuk melancarkan pencernaan.
Indonesia sebagai negara dengan perkebunan kelapa terluas di dunia banyak dilirik negara Eropa dimana mereka sedang gencar memasyarakatkan penggunaan minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) dan produk turunannya.
Adalah Wisnu Gardjito, profesor, dosen, pengusaha, dan seorang ahli kelapa dunia yang mendirikan komunitas The Green Coco Island (TGCI) yang mengembangkan produk olahan kelapa. Diantaranya adalah VCO dan Extra VCO, minyak goreng kelapa putih, sabun, sirup air kelapa, mie kelapa, bioetanol, produk kecantikan, produk kesehatan, hingga konstruksi jalan raya yang semuanya dari kelapa. Ada sekitar 250 produk olahan kelapa dan jika dikembangkan bisa hingga 1600 item.
.
Komunitas TGCI yang bermarkas di Komplek Permata Duta Cilodong Depok sering mengadakan pelatihan dan pengolahan produk kelapa. Komunitas ini sudah ada di banyak tempat di Indonesia berupa cluster-cluster dan terbentuk menjadi sistem usaha bersama.
Kegiatan koordinasi dan kumpul komunitas biasanya setiap hari Sabtu pagi di markas TGCI. Jika ada yang ingin berkunjung di hari kerja juga bisa.
Untuk yang mau bergabung sebagai tenaga pemasaran atau produksi atau ikut gabung komunitasnya saja, silakan inbox :
facebook pak Wisnu Gardjito atau melalui Vadli Mukhlis ( http://www.fb.com/vadli ) SMS/WA 081385782354.
Artikel lain: http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sukses-wisnu-gardjito-mengolah-1600-produk-kelapa.html
Like fanpage : https://www.facebook.com/TheGreenCocoIslandproduk olahan kelapa

Jumat, 08 April 2016

Jadi Sociopreneur, Wisnu Gardjito Bertekad Wujudkan Bio Era

PT HQ Corpora Putra merupakan holding company yang menyatukan entitas bisnis dalam bentuk BUMM (Badan Usaha Milik Masyarakat). Nantinya, perusahaan ini akan memberlakukan kepemilikan saham untuk umum, termasuk para petani yang tergabung dalam kelompok tani.
Saham para pendiri nantinya akan menjadi minoritas, sehingga sifatnya adalah nonkapitalistik. Strategi bisnisnya menyasar 5 sektor yakni sektor agro business (pertanian, perkebunan, dan peternakan), sektor fishery (perikanan), sektor agro forestry (perhutanan dan hasil hutan ikutan), sektor agro industry (yang akan mengelola seluruh bahan baku menjadi produk bernilai tambah tinggi), sektor agro tourism (turisme berbasis agro).
Untuk itu, setiap sektor akan memiliki SBU operator dan eksekutornya. Misal untuk kelapa, ada PT KKI (Kedaulatan Kelapa Indonesia), untuk beras akan didirikan PT BEJO (Beras Rejo) Lestari. Sedangkan saat ini untuk jati dieksekusi oleh Divisi Kehutanan dengan jati platinum, pupuk organik, dan teknologi hasil hutannya.
Semua SBU tersebut bermitra dengan komunitas masyarakat yang menjadi mitra usahanya. Misal untuk kelapa yang dikomandani oleh Ir. Wisnu Gardjito, MBA mitra usaha PT KKI adalah CV Sumber Rejeki (UDSR) bersama mitranya di seluruh pelosok nusantara. Lantas bagaimana semangat Wisnu dalam memberdayakan aktivitasnya sebagai sociopreneur? Berikut penuturannya secara khusus kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA Online:
Seperti apa awal mula usaha yang Anda dirikan ini?
Pertama kali dulu namanya Sumber Rejeki. Ini dulu bikin kecap kelapa. Kemudian lahirlah The Improvement Institut. Itu tugasnya memecahkan masalah, riset, konsultasi, segala macam. Sehingga timbullah CV Sumber Rejeki. Setelah lahir itu, produknya bukan kecap lagi, tapi jadi Agro Spesialis and Agri Trading. Jadi dari hulu ke hilir, dari produksi sampai pemasaran. Ini didukung oleh SDM, finance, juga pemasaran. Jadi kami akhirnya membuat unit-unit usaha UKM. Kalau UKM ini basisnya home industry. Nah ini saya buat di mana-mana, di seluruh Indonesia, membentuk kluster, ekspor, dan agro industry yang biasa kami singkat AEC. Nah, AEC ini, karena kluster, kami buat Badan Usaha Milik Masyarakat yang kami sebut dengan AEC Corporation. Nah ini ada di mana-mana. Kalau yang di Sulawesi Selatan, itu ada PT Panrita Kaluku Celebes, di Halmahera ada PT Halmahera Corporation. Ini membentuk suatu Indonesian incorporated, yang artinya Indonesia bersatu.
PT-nya namanya PT HQ Corpora Putra. Saya komisaris di sini. Dari sini, saya juga bikin sekolah-sekolah. PT HQ ini didukung oleh forum kedaulatan pangan. Ini isinya alumni-alumni IPB. Saya ada di sini sebagai koordinator pengembangan usaha. Sehingga Sumber Rejeki itu punya anak segini banyaknya, tiap kabupaten ada. ini adalah bisnis masyarakat. Anda punya saham di sini bisa, Rp100 ribu per lembar.<
Sekolah-sekolah seperti apa yang dibentuk di situ?
Kalau mau lihat lokasinya ada di Depok. Nah, finansialnya, ini macam-macam. Tapi kami kebanyakan lembaga keuangan nonbank. Ini basisnyaequity. Modal sendiri, tidak pernah ngutang. Darimana dapatnya? Ya tadi, mengumpulkan dana dari orang se-Indonesia kemudian ditaruh di sini. Dananya dari unit-unit produksi ini. ini menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Tugas dan wewenang Anda di situ?
Saya presidennya di sini. Saya berhubungan dengan pemerintah, perbankan, pasar, segala macam. Nah makanya ini adalah studio usaha unit industri. Isinya mahasiswa. Supaya mahasiswa tidak teori saja, jadi dia bisa masuk ke dalam dunia usaha sedini mungkin. Bukan setelah lulus baru belajar jadi wirausaha.
Salah satu produk yang dibikin unit usaha tersebut adalah hasil perkebunan? Sudah ada berapa item yang diproduksi?
Kami sudah bisa bikin 250 item. Kalau dari kelapa, yang ada di kepala saya sudah ada 1600 item. Mulai dari energi, makanan, minuman, kosmetik, kesehatan, dsb. Kelapa ini, Indonesia 3,8 juta ha, terluas di dunia. Nomor 2 Filipina, 3,1 ha. Terus India 1,1 juta ha. Sayangnya Indonesia tidak berkembang. Karena kelapa itu dianggap komoditas yang tidak ada nilainya. Padahal, dari 3,8 juta ha itu bisa menghasilkan Rp4.000 triliun setahun. Kalau ini dikembangkan secara nonkapitalistik, tapi usaha bersama dimana rakyat dimodali, dicarikan akses teknologi, pasar, itu dalam waktu 2 tahun ini bisa membiayai RI, kalau perlu malah beli. Karena APBN Rp 1.300 triliun, sementara dari kelapa Rp 4.000 triliun. Coklat, itu kurang lebih Rp 2.000 triliun. Terus kopi, karet, mede, sampai ada 25 komoditas unggulan Indonesia. Itu akan menghasilkan kurang lebih Rp 25 ribu triliun setahun. Jadi ngapain kita sibuk-sibuk bikin yang nggak-nggak. Ini saja dulu yang sudah ada.
Sebesar itukah potensinya?
Jadi Rp 25 ribu triliun itu kayak apa sejetahteranya bangsa kita. Nah ini yang menjadi kesedihan saya sehingga saya keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Waktu itu saya sebagai nasional manager di UNIDO (United Nation Industrial Development Organization).
Akhirnya saya mendirikan usaha ini tahun 2007. Itu susah banget. Pelan-pelan sampai akhirnya bulan ke-3 omzet saya Rp 100 juta sebulan. Kalau saya dan istri berdua saja, Rp 100 juta sebulan, kalau ini bisa se-Indonesia kayak apa? Kayak apa sarjana IPB, Gajah Mada, Brawijaya, Unpad, dsb bersatu padu. Pemerintah melepas ini sih. Sayang. Harusnya pemerintah mengambil, memanggil, merekrut, membina, dan menjadikan kami-kami ini kayak TKW-nya Indonesia. Ini kan kalau dijual ke dunia menang.
Makanya saya bilang, prospek for bio era. Sekarang bukan IT lagi. Tapi era bio itu, dimana orang-orang ingin go back to nature. Karena hutan Indonesia nggak pernah dipupuk, nggak pernah kena pestisida, nggak pernah kena traktor, ya itu kesempatan. Harusnya diambil. Jangan nanti China, Jerman, atau semuanya masuk, kita sekali lagi jadi penonton lagi.
Di luar kita jadi penonton, di dalam kita jadi penonton. Ini lucu. Ini stupid. Hanya income generator yang diurus. Revenue itu rumusnya harga xquantity. Kuantitas kelapa kita 3,8 juta. Sekarang price-nya berapa? Kalau Indonesia sekarang cuma oper harga 4000 perak, apa artinya? 1 butir kelapa berarti cuma Rp 500. Di tangan saya, 1 butir bisa jadi Rp 50 ribu. Itu revolusi pendapatan. Sekarang sistemnya amburadul, revolusi malah ngawur.
Memang Anda tergerak untuk menjadi sociopreneur sejak awal?
Saya bukan menguasai sendiri. Memang yang mendirikan saya. Tapi bukan berarti saya mayoritas. Mayoritas rakyat. Kalau Indonesia sistemnya usaha bersama, gotong royong, tidak ada negara yang mampu melawan kita. Ini surga dunia. Jadi dari 25 komoditas itu bisa dapat Rp 25 ribu triliun. Itu luar biasa. Jadi intinya dari agro industry, itu bisa menghasilkan angka segitu, tapi syaratnya hulunya didandanin. Kelapa jangan diganti sawit, biar rakyat yang punya. Kemudian ada teknologi proses, support dari teknologi, SDM yang canggih, finansial, pemasaran. Nah, di sini baru kuasai pasar. (EVA)
Sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/jadi-sociopreneur-wisnu-gardjito-bertekad-wujudkan-bio-era

Kisah sukses Wisnu Gardjito mengolah 1.600 produk kelapa

Merdeka.com - Di tangah pria ini, kelapa yang biasanya digunakan untuk pangan kini menjadi jauh lebih bermanfaat. Dengan kreativitasnya, ia bisa mengolah kelapa menjadi 1.600 produk. Dialah Wisnu Gardjito.
Sudah berbagai aneka macam produk dari bahan kelapa ia hasilkan menjadi obat-obatan, minuman, kosmetik, dan lainnya.
"Produk kelapa yang saya hasilkan yaitu 1.600 lebih. Ada yang diolah menjadi minuman isotonik drink, kecap, sabun, sirup, air kelapa untuk bahan bakar, ada berbagai jenis obat, diantaranya obat untuk diabetes, kosmetik untuk lulur, minuman sirup, minyak goreng putih, obat flu burung, dan masih banyak lagi yang belum saya pasarkan," terang Wisnu, saat ditemui di pameran AITIS 2014, Internasional Trade and Investment Summit, Jakarta, Kamis (17/4).
Menurut Wisnu, produk kelapa jika diolah secara kreatif bisa menghasilkan omzet yang menguntungkan dan menjadi usaha yang bisa mensejahterakan para petani. Indonesia memiliki 3,8 juta tanaman kelapa yang menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Hampir seluruh perkebunan kelapa di Indonesia adalah kebun organik.
Pemilik The Green Coco Island ini yang berhasil membuat olahan kelapa menjadi berbagai produk dan berhasil menembus pasar ekspor ke eropa dan negara lainnya.
"Pemasaran produk kelapa sudah sampai ke Eropa, Kanada, Amerika dan Jepang," ungkapnya.
"Ada banyak produk kami yang belum kami pasarkan, karena belum di patenkan. Nanti diambil orang luar. Jadi belum bisa kita kasih tahu. Ini menyangkut hak cipta," tambahnya.
Sementara itu, produk yang sudah dipasarkan sekitar 250 item. Yang lainnya masih menunggu proses pematenan hak cipta. Indonesia sebagai peringkat pertama penghasil kelapa, semestinya bisa meraup keuntungan lebih besar.
"kalau dikerjakan seluruh Indonesia, bisa meraup keuntungan Rp 4 triliun dalam setahun," ungkapnya.
Mengenai kendala dalam produksi dan pemasaran, dirinya berharap pemerintah lebih optimal lagi dalam mendukung dan kerjasama dalam program pengolahan kelapa ini.
"Sekarang dari Kementerian Pertanian sudah ada kerjasama dari petani kelapa, sudah dibuat komunitas unggulan nasional. Serta mendapatkan perlindungan dari pemerintah, yakni berupa perlindungan dari mafia perdagangan" ujar alumni IPB ini.

Sumber Rejeki Oase Keluarga Mami Suyatmi


Thursday, 05 July 2007 
Bisnis yang diniatkan sebagai sumber penghasilan tambahan setelah sang suami pensiun, UD Sumber Rejeki yang didirikan oleh Mami Suyatmi terus berekspansi. Sukatna

Sebuah botol gelap berisi cairan hitam dililit label kertas dengan dominasi warnah merah. Di pojok label terpampang foto wanita sepuh (tua) dengan tatapan mata tajam tetapi sekaligus teduh. Itulah tatapan mata Mami Suyatmi, wanita yang kini usianya sudah menginjak 70 tahun. Tatapan mata tajam itu menunjukkan bahwa semangat Mami Suyatmi tetap menyala meski di usia senja. Sedangkan tatapan teduh menunjukkan sifat mengayomi.
Filosofi itulah yang diterjemahkan Mami Suyatmi ke dalam produk kecapnya, Kecap Cap Ibu. “Saya ingin mendapatkan hasil tambahan, tetapi tetap memperhatikan sisi kesehatan. Maka lahirlah Kecap Cap Ibu,” kata Mami Suyatmi yang menjamin produk kecapnya diolah dari bahan-bahan alami tanpa bahan pengawet kimia.

Bisnis UD Sumber Rejeki dimulai Mami setelah sang suami Soetomo Tjipto Soedarmo pensiun dari Dinas Kesehatan. Pada waktu itu Mami masih bingung menentukan jenis bisnis yang akan digelutinya, meski ia memiliki puluhan ketrampilan mengolah makanan yang didapatkan ketika masih remaja. Akhirnya, pilihannya jatuh untuk membuat kecap. Selain, karena hampir semua keluarga membutuhkannya selama ini masih jarang kecap yang diolah tanpa melibatkan bahan kimia. “Bagi saya konsumen itu adalah anak-anak saya. Maka penting bagi saya memperhatikan aspek kesehatan sebagaimana saya memperhatikan kesehatan anak-anak saya sendiri,” kata Mami yang memproduksi kecap di rumahnya,  Permata Duta Blok E4/6 Sukmajaya, Depok.

Lantaran Kecap Cap Ibu diolah dari bahan-bahan alami maka harganya relatif premium dibandingkan dengan yang ada di pasaran. Keberadaannya pun jarang ditemukan di pasaran, lantaran kecap ini didistribusikan di kalangan orang-orang yang sudah kenal dan memiliki komitmen terhadap makanan yang sehat. “Formulanya pernah mau dibeli sebuah perusahaan dengan harga Rp 1 miliar. Tetapi saya tidak tertarik,” ungkap Mami.
Seturut waktu, payung bisnis Kecap Cap Ibu UD Sumber Rejeki melakukan diversifikasi usaha. Namun karena usianya merambat tua, tongkat kepemimpinannya beralih ke sang menantu Vipie. UD Sumber Rejeki kini sudah memproduksi dan memasarkan kecap, VCO, minyak goreng anti-tengik, aneka sabun herbal dan arang batok kelapa. Tiap tahun, UD Sumber Rejeki selalu melakukan inovasi produk. Untuk itulah Vipie bekerjasama dengan sang suami, Wisnu Gardjito, orang nomor satu di Improvement Institute sebagai konsultannya. 
Dan uniknya, mereka yang pernah menolak menjual formula produknya seharga Rp 1 miliar ini dengan sukarela menularkan ilmunya kepada sejumlah keluarga yang tergabung ke dalam suatu cluster di seluruh Indonesia. “Kami memiliki saham 20 persen di setiap usaha yang kami bentuk. Prinsipnya kami bisa membuka peluang kerja bagi banyak orang. Dan saya anti-kapitalis,” ujar Wisnu, lulusan sebuah universitas di Amerika Serikat dan Jepang ini.

“Itu sebabnya kami menghitung segala sesuatunya berdasarkan equity, bukan uang,” tandas Wisnu yang tinggal menyelesaikan desertasi S3-nya di IPB untuk meraih titel doktor dengan predikat magna cum laude ini.

Wisnu Gardjito dan UD Sumber Rejeki : Menyulap Kelapa Menjadi Produk Bernilai Tinggi


            Kecintaan Wisnu Gardjito pada kelapa bermula saat menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Almarhum Sutarwi, penggagas Program Bimas di masa Orba, yang awalnya mengenalkan Wisnu pada buah yang pohon-pohonnya melimpah di hampir seluruh wilayah Indonesia itu.

Namun Wisnu Garjito baru mengembangkan produk berbahan kelapa ketika ia bekerja di UNIDO yang memberinya kesempatan untuk mengembangkan wilayah Indonesia Bagian Timur. Ada beberapa komoditas yang dikembangkan, dan sekitar tahun 2000-an, Wisnu fokus mengembangkan kelapa.

Setelah meninggalkan pekerjaan di UNIDO, Wisnu makin serius mengolah kelapa. “Dari kelapa, bisa dihasilkan sekitar 1600 produk akhir, dan bila dijadikan industri, akan menyerap banyak tenaga kerja,” terangnya dalam perbincangan dengan Tarbawi di rumahnya yang asri di Depok, Jawa Barat.

Atas biaya sendiri, Wisnu pergi ke seluruh Indonesia untuk membina petani kelapa di desa-desa. “Saya mengajar cara membuat VCO. Saya beri mesin, mereka menyetor dalam bentuk curah, dan selanjutnya dikemas di Jakarta,” tambahnya.  

Virgin Coconut Oil (VCO) hanya satu dari 45 produk olahan kelapa yang telah dikembangkannya. Bersama sang istri, Vipie, lelaki yang pernah menimba ilmu di  Amerika Serikat, dan Jepang itu, mengembangkan sabun herbal, lotion untuk menghaluskan kulit sekaligus anti nyamuk, minyak goreng tahan tengik yang bagus bagi kesehatan, body scrub, hingga aneka minuman kesehatan.

“Kelapa, potensi pemanfaatannya banyak sekali. Bisa juga untuk sambal, selai, airnya bisa diminum, batoknya untuk arang, sabutnya untuk spring bed, dan batangnya untuk furniture. Sabut kelapa dicampur semen bisa menjadi batako,” terang Wisnu.

Latar belakang ilmu yang memadai membuat Wisnu relatif gampang meluncurkan berbagai olahan kelapa. Ia hanya perlu kembali ke laboratorium selama beberapa hari atau paling tidak seminggu untuk mendapat formula produknya. “Proses cepat karena sudah ada ilmu, sudah tahu perilaku kelapa, jadi tidak perlu trial and error,” terangnya. 

Selain memahami perilaku kelapa, Wisnu Gardjito juga fasih menerangkan manfaat kelapa dari sudut pandang kesehatan yang selama ini jarang dimengerti orang awam. VCO, terbukti mampu memperbaiki metabolisme, membunuh virus, bakteri, jamur, dan memperbaiki organ tubuh. Dan dari VCO inilah berkembang aneka produk lain yang bukan hanya membersihkan tubuh, tapi juga menghindarkan kulit dari bakteri dan jamur yang merusak.   

Khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan juga terkandung dalam air kelapa. Mengandung garam mineral dan berbagai asam amino essensial, air kelapa disebut juga larutan isotonik alami yang dapat mengatasi dehidrasi secara sehat, alami, dan murah.   

Sayangnya, selama ini, nilai tambah kelapa lebih banyak dimanfaatkan pihak asing karena kebiasaan orang Indonesia menjual kelapa dalam bentuk kopra. Padahal, dengan ilmu dan teknologi, akan lebih menguntungkan bila kelapa diolah sendiri, dan dijual dalam berbagai produk akhir yang bisa digunakan konsumen untuk keperluan sehari-hari. Kelapa juga tidak bisa diganti produk sintetis, serta mudah penanamannya. Semua keunggulan itu memotivasi Wisnu untuk serius mengembangkan pohon yang mayoritas dimiliki rakyat biasa tersebut.    
    
“Karena basisnya rakyat, saya ingin mengembangkan dengan sistem sosialisme Islam. Artinya berbasis pada Al Qur’an dan Hadits, yang mengajari kita berbagi, berkasih sayang, memahami, dan tidak rakus. Karena itu yang saya bentuk adalah sistem usaha bersama, semua orang, mulai dari tukang sapu sampai direktur punya saham,” lanjutnya.

Vipie, istri sekaligus partner penting dalam mengembangkan sistem usaha  mengatakan, ada nilai kebersamaan yang tinggi yang memperkuat satu dengan yang lain dalam usaha yang diberi nama UD Sumber Rejeki. “Tidak ada yang merasa pintar sendiri, atau hebat sendiri. Jadi siapa punya ilmu, siapa punya pasar, siapa punya rumah dan tanah, siapa punya tenaga. Usaha ini keroyokan. Dalam ajaran Islam kan diajarkan supaya tidak serakah. Caranya sharing dengan teman-teman. Kalau sendiri nggak mampu. Kalau disatukan jadi kuat,” jelasnya.

Dengan kebersamaan itulah jaringan pemasaran mulai terbangun. Ketika booming VCO pada tahun 2005, Vipie mengaku sempat mengantongi nilai penjualan yang sangat besar. Booming VCO memunculkan pelaku pembuat VCO di mana-mana yang berakibat harga VCO berantakan. Karena banyak pihak yang berlomba menekan harga tanpa peduli kualitas, sedangkan pembeli jarang yang bisa mengenali produk mana yang kualitasnya baik.

Setelah VCO, satu demi satu produk lain, yang mayoritas lahir dari ide Vipie, sebagai pemasar, dan suaminya sebagai teknolog, mulai diluncurkan ke pasar yang ternyata menyerapnya dengan baik. Semua produk itu berasal dari kelapa yang ditanam di Sulawesi, Kalimantan, Papua, yang menurut Wisnu kualitasnya sangat bagus. Namun finishing dan packaging produk tetap dilakukan di Jakarta.

Meski produknya telah tersebar di berbagai daerah serta mulai merambah pasar luar negeri, UD Sumber Rejeki tidak memerlukan pabrik besar untuk berproduksi. Nilai kebersamaan yang dianut UD Sumber Rejeki diimplementasikan dengan membentuk titik-titik produksi yang disebut cluster, akan memproduksi item yang berbeda-beda tergantung sumber daya yang dimiliki penduduk sekitar yang bergabung dalam usaha tersebut.

Cluster pertama di Palu. Lokasi itu dipilih karena dekat dengan bahan baku.  Setiap cluster beda spesialisasi tergantung sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan pasar yang dimiliki,” ujar Vipie.

Dari 45 item produk yang dipasarkan, awalnya, VCO mendapat respon tertinggi. Tapi kini, sabun yang dicampur dengan green tea, strawberry, lidah buaya, serta body scrub, dan minuman sudah mulai diserap pasar dengan bagus. Ketika Tarbawi berkunjung, UD Sumber Rejeki bahkan sedang menyiapkan sabun herbal yang dipesan pembeli dari Rumania. 

UD Sumber Rejeki yang hingga kini terus membuka diri untuk bekerjasama dengan berbagai pihak itu optimis akan mampu menambah jumlah item produk olahan kelapa. “Kami usaha bersama. Skeme kerjasama dengan tiap pihak berbeda-beda sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Ingin juga bekerjasama dengan ahli kosmetik atau ahli makanan untuk pengembangan produk. Tapi kalau mau bergabung, niatnya jangan cuma mencari materi.,” tambah Vipie.

Secara batin, banyak kenikmatan yang dirasakan Vipie ketika memilih mengelola usaha dengan menerapkan kebersamaan. “Yang jelas merasakan enaknya silaturahim, dan rejeki yang saya makan bukan untuk dinikmati sendiri. Semoga ada cataan di akherat yang baik. Kita butuh kehidupan di dunia tapi di akherat lebih kekal,” ujarnya.

Sayangnya, niat baik untuk mengajak kerjasama berbagai pihak, sempat berbuah penipuan. Beberapa kali Vipie kedatangan orang yang mengaku dhuafa atau mengatasnamakan wakil kaum dhuafa, yang setelah diberi produk senilai beberapa juta, akhirnya menghilang begitu saja.

Penipuan yang sempat mengguncang cash flow juga dialami Vipie sekitar tahun 2007. Penipu yang nampaknya sudah professional itu berpura-pura memesan banyak barang untuk parcel Lebaran. Setelah barang diserahkan, Vipie dibayar dengan cek kosong, dan ketika akan diusut ternyata kantor yang bersangkutan telah tutup.

“Sampai hampir putus harapan.  Itu cobaan buat saya, nggak bisa ditolak, harus dijalani. Kalau saya mikirin itu akan stress. Akhirnya saya kembalikan kepada Allah, ya Allah gantikan dengan rejeki yang lebih baik, yang lebih berkah, lebih nikmat. Mungkin ini teguran dari Allah,” tutur Vipie.

Tak diduga, justru setelah penipuan itulah, Vipie bertemu dengan orang-orang yang lebih baik, dan memiliki jaringan pasar luas. “Ketika akhirnya mendapat pembalasan  rejeki yang luar biasa, itu kepuasan tak terhingga bagi saya. Bisnis itu kejam. Duit itu tidak ada saudara. Jangan percaya siapa pun, harus percaya pada diri sendiri. Itu pembelajaran buat kita. Harus hati-hati. Itu ilmu yang tidak bisa didapatkan di bangku kuliah.,” kenangnya.

Kini, bisa dibilang, Vipie telah mahir mendeteksi gerak-gerak pihak yang ingin menipu sehingga ia berani memastikan jumlah penipuan di UD Sumber Rejeki mencapai jumlah zero alias tidak ada.

Lepas dari penipuan, dan makin luasnya pemasaran bukan berarti tidak ada masalah. “Bangsa kita inginnya ikut-ikutan, merasa bisa sendiri. Seperti pikiran saya yang punya duit, kamu yang harus kerja pada saya. Padahal kalau punya duit tapi ilmunya tidak ada apakah duitnya akan bertambah. Alhamdulillah kita berdoa agar dipertemukan dengan orang baik. Hubungan ke Allah ada. Kalau sekedar hubungan antar manusia, sekedar cari untung, susah. Yang mau dengan sistem ini bukan mengejar materi. Materi dapat tapi bukan hanya itu tujuannya. Memang susah cari partnernya, ada seleksi alam,” terang Vipie.

Meski terhadang berbagai kesulitan, baik Wisnu maupun Vipie mengaku puas bisa mengembangkan kelapa yang menyambungkan keduanya dengan rakyat sederhana pemilik kebun kelapa di pelosok tanah air. “Kepuasan mengembangkan kelapa terletak pada fakta bahwa ini tanaman milik rakyat. Kelapa tidak memerlukan perawatan khusus, dan pasarnya tak terbatas. Membeli produk kami berarti memperkuat ekonomi rakyat biasa. Bagi saya, sungguh mengesankan ketika pergi ke daerah, mereka tercengang ketika dijelaskan banyaknya manfaat kelapa. Akhirnya mereka antusias sekali,” ujar Vipie.

Keyakinan terhadap prospek pengembangan produk berbahan baku kelapa serta pemasarannya memang tak diragukan lagi. Justru yang sedikit mencemaskan adalah kalau-kalau terjadi alih fungsi lahan perkebunan kelapa. Karena itu, Vipie berharap, pemerintah memberi dukungan, setidaknya dengan menyusun regulasi dan sosialisasi agar lahan perkebunan kelapa tetap lestari sehingga pasokan bahan baku untuk membuat produk-produk berbahan baku pure VCO tetap tersedia. “Saya juga berharap, pemerintah mempermudah perijinan produk. Jangan dipersulit dengan pengurusan berbelit atau biaya tinggi,”tambahnya.

Masih banyak rencana pengembangan yang dipaparkan Vipie. Selain memperbanyak jumlah item produk, memperluas pemasaran, kini ia tengah berusaha meraih impian lainnya, yaitu membangun desa yang di dalamnya terdapat pusat kesehatan, pusat pengetahuan, dan memiliki fasilitas dengan standar internasional. “Terbayang desa yang asri, dan indah, konsepnya sudah ada, tinggal mencari lokasi. Mungkin di sekitar Jawa Barat,” ujarnya.


Perjuangan Wisnu, Vipie, dan sederet pihak yang tergabung dalam UD Sumber Rejeki, bukan hanya memastikan berjalannya roda bisnis, namun juga mengawinkan semangat dan nilai-nilai kebaikan. Mungkin terlihat jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan pelaku bisnis yang hanya sekedar mencari uang apalagi yang menghalalkan segala cara. Tapi bila ketenangan batin yang dicari, tempat terpuji di akherat yang hendak dikejar, berbisnis dengan terus berpegang pada nilai-nilai kemuliaan memang menjadi satu-satunya pilihan.          

Sumber : Majalah Tarbawi